By Unknown | Rabu, 17 Juli 2013 | Posted in , | With 0 comments

Dalam dunia pendidikan dikenal beberapa kajian, diantaranya pendidikan keterampilan, pendidikan intelek, pendidikan karakter, dan pendidikan sikap. Pengertian pendidikan karakter adalah pemberian tentang suatu pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, diantaranya kejujuran, kepedulian, kecerdasan, tanggung jawab, keindahan, kebenaran, keimanan dan kebaikan. Pendidikan karakter lebih berkaitan dengan psikis seseorang (individu), antara lain dari segi motif, dorongan berbuat, dan nafsu atau keinginan.

Di dalam pendidikan berbasis karakter, informasi yang diperoleh selama dalam pendidikan diharapkan dapat diintegrasikan sebagai pandangan hidup yang bermanfaat sebagai upaya penanggulangan persoalan hidup. Adanya pendidikan berbasis karakter menjadikan manusia lebih sadar diri sebagai warga negara, manusia, makhluk, pria atau wanita. Kesadaran itu dijadikan tolak ukur martabat dirinya supaya dapat berpikir kritis, terbuka, obyektif dan mempunyai harga diri yang tidak mudah untuk diperjualbelikan. Menjadikan individu memiliki sikap kejujuran, kejujuran, integritas, dan produktivitas.

Tidak hanya itu, ia juga lebih menyadari sebagai apa tugasnya, dan cara mengambil sikap dalam menghadapi berbagai situasi permasalahan, kehidupannya juga berjalan dengan penu kesadaran, peka dengan lingkungan sosial dan sanggup bertanggung jawab atas apa yang dilakukan.

Pembentukan pribadi

Pendidikan berbasis karakter ini akan diimplementasikan dalam sekolah. Sebenarnya beberapa mata pelajaran yang ada di dalam kurikulum sudah terdapat muatan tentang pendidikan berbasis karakter, diantaranya pelajaran PKn, pelajaran agama, dan bahasa Indonesia. Dari ketiga mata pelajaran tersebut tidak pernah mengajarkan kejelekan. Pelajaran Agama mengajari kita untuk mencintai sesama dan Tuhan. Pelajaran PKn mengajarkan untuk mencintai negara dan pelajaran bahasa Indonesia mengajarkan bagaimana menggunakan bahasa yang santun, baik dan benar. Terus mengapa pendidikan berbasis karakter masih dibutuhkan?

Setidaknya untuk saat ini pendidikan berbasis karakter sangat dibutuhkan karena pendidikan tinggi tidak menjadi jaminan untuk seseorang melakukan tindak pidana korupsi dan asusila. Buktinya banyak pejabat yang masuk penjara tertangkap KPK. Indonesia sudah memiliki dasar negara pancasila yang di dalamnya sudah memuat ajaran tentang karakter.

Permasalahan di atas kiranya dapat diatasi dengan hasil yang maksimal dari pendidikan berbasis karakter. Dunia pendidikan dapat dijadikan terobosan untuk menciptakan generasi muda yang memiliki karakter dan  berprestasi. Pencapaian itu harus diimbangi dengan inovasi dan pengembangan nilai-nilai alamiah setiap individu.

Terwujudnya nilai alamiah itu dapat dicapai dengan pendidikan yang membangun individu untuk dapat mengenali dirinya sendiri serta dapat menetapkan tujuan dari pendidikannya. Bila hal itu dapat dilakukan oleh setiap siswa maka secara alamiah penanaman jiwa yang berkarakter budaya akan lebih mudah untuk ditanamkan.

Sebenarnya sudah sejak dulu pendidikan berkarakter terbentuk. Contohnya adalah Among Metode yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara, dimana terdapat 3 unsur pendidikan yang berjalan sinergis (keluarga, sekolah, dan masyarakat). 
3 unsur pendidikan yang berjalan sinergis yaitu : keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Diharapkan dengan Among Metode anak dapat tumbuh sesuai kodrat dan keadaan budaya sendiri. Dalam rangka untuk membangun karakter yang berpendidikan maka dibutuhkan tiga hal yang perlu untuk dikembangkan yaitu membangun budaya untuk menyiapkan siswa agar lebih siap dalam menghadapi perubahan budaya yang kompetitif karena budaya bersifat kontinue, konvergen, dan konsentris. Peserta didik harus disiapkan untuk menghadapi perkembangan teknologi yang sangat pesat supaya menjadi individu yang high achiver. Individu yang mempunyai kesiapan untuk bersaing baik secara mental dan akademik.
By Unknown | | Posted in , | With 0 comments

Metode belajar aktif atau sekarang lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini mulai dirasakan pentingnya dikalangan praktisi pendidik. Dikarenakan metode ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku, membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa

Cara belajar siswa aktif adalah merupakan tantangan selanjutnya bagi para pendidik. Sebab ruh dari KTSP yang diberlakukan sekarang ini adalah pembelajaran aktif. Dalam pembelajaran aktif baik guru dan siswa sama-sama menjadi mengambil peran yang penting.

Guru sebagai pihak yang;


  1. merencanakan dan mendesain tahap skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas;
  2. membuat strategi pembelajaran apa yang ingin dipakai (strategi yang umum dipakai adalah belajar dengan bekerja sama);
  3. membayangkan interaksi apa yang mungkin akan terjadi antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung;
  4. Mencari keunikan siswa, dalam hal ini berusaha mencari sisi cerdas dan modalitas belajar siswa dengan demikian sisi kuat dan sisi lemah siswa menjadi perhatian yang setara dan seimbang;
  5. Menilai siswa dengan cara yang tranparan dan adil dan harus merupakan penilaian kinerja serta proses dalam bentuk; kognitif, afektif, dan skill (biasa disebut psikomotorik)
  6. Melakukan macam-macam penilaian misalnya tes tertulis, performa (penampilan saat presentasi, debat dll) dan penugasan atau proyek;
  7. Membuat portfolio pekerjaan siswa.


By Unknown | | Posted in , | With 0 comments


By Unknown | Selasa, 16 Juli 2013 | Posted in | With 0 comments


By Unknown | | Posted in | With 0 comments
Diumumkan kepada orang tua wali siswa bahwa libur perayaan Idul Fitri 1434 H dilaksanakan pada : 

Tanggal 5 s/d 10 Agustus 2013 

Kegiatan Belajar dimulai kembali pada Tanggal 12 Agustus 2013.
By Unknown | | Posted in , | With 0 comments

Komitmen merupakan langkah awal jika ingin memiliki karakter yang baik, tetapi komitmen seperti apa yang dibutuhkan untuk mensukseskan pendidikan karakter? Yaitu disiplin terhadap pendidikan karakter itu sendiri. Kali ini kita akan membahas dari sudut pandang sekolah.

Suatu ketika saya sempat mempresentasikan tentang pendidikan karakter dan dampaknya terhadap guru dan karyawan sekolah. Saya dan rekan sengaja menyeting agar lingkungan sekolah menjadi padu dengan isu pendidikan karakter yang akan didengungkan oleh sekolah yang bersangkutan. Saat saya menjelaskan tentang peraturan sekolah dan peraturan kelas, terlihat muka yang kurang nyaman, serta respon yang kurang antusias, serta air muka yang seakan berbeban berat menyikapi pelaksanaan pendidikan karakter.

Dan ditengah-tengah acara saya menjelaskan agar sekolah tidak perlu terburu-buru melakukan perombakan besar dalam aturan sekolah. Saya sangat memahami beban guru dalam mengajar dan kegiatan administrasinya, lakukan step by step yang penting ada komitmen dalam pelaksanaannya dan peliharalah disiplin sebagai motor penggerak pendidikan karakter itu sendiri, itu kuncinya. Disiplin, disiplin dan disiplin.


Sekilas saya jelaskan disiplin orang yang hidup di Indonesia dengan dua musim, berbeda dengan negara yang hidup dengan empat musim. Ketangguhan, daya juang dan inisiatif juga berbeda. Kita di Indonesia adalah wilayah yang tantangan secara alamnya cukup sedikit dibandingkan dengan mereka yang hidup di empat musim. Karena salah satu faktor inilah kita perlu belajar disiplin lebih lagi untuk kehidupan yang lebih baik. Disiplin sangat erat dengan kesuksesan, bahkan disiplin ada dalam satu paket dengan kesuksesan. Apapun yang hendak dicapai dalam kesuksesan itu disiplin adalah dasarnya. Bahkan ukuran disiplin sudah diformulasikan secara rinci oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya Outlier, bahwa butuh 10.000 jam kedisiplinan untuk menjadi master dalam bidang apapun. Penyanyi, atlet, profesional di bidang bisnis yang sukses telah melewati proses 10.000 jam. Dan anda tahu siapa saja yang telah menjadi master di bidangnya bukan? Sebut saja, Ruth sahayana, Taufik hidayat, Agnes Monica, Purwacaraka, Juna, Rifat Sungkar, Chairul Tanjung, Hermawan Kertajaya dan masih banyak sekali tokoh yang bisa disebut master di bidangnya masing-masing.

Pendidikan karakter cenderung tak akan pernah tersentuh secara nyata jika ada hanya sebatas proses pemahaman tentang karakter atau hanya bersifat informasi tanpa adanya tindakan. Dewasa ini di media cetak, elektronik dan media internet banyak memberitakan tentang kasus jual beli kunci ujian, contek mencontek, plagiatisme, bahkan kasus kriminal yang dilakukan oleh pelajar, itu semua menunjukan bahwa nilai realisasi karakter bangsa tidak terwujud nyata. Fenomena ini muncul akibat rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Faktor yang mempengaruhi antara lain :

Rendahnya sarana fisik
Rendahnya kualitas guru
Rendahnya kesempatan pemerataan pendidikan
Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
Visi dan moralitas pendidik serta anak didik yang rendah
Mahalnya biaya pendidikan Memang menjadi masalah serius di negeri ini
Anggaran pendidikan yang sudah tinggi tidak menjamin sarana fisik yang baik dan biaya pendidikan yang terjangkau, penyebabnya jelas moralitas masyarakat yang mementingkan golongan, kepetingan pribadi dan mendapat keadaan yang tepat.


Keenam halangan ini hanya bisa hilang jika nilai luhur dan pendidikan karakter benar-benar terealisasikan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal berkaitan dengan permasalah diatas kiranya diperlukan suatu terobosan di dunia pendidikan untuk menciptakan generasi muda yang berkarakter dan berprestas tinggi. Untuk mencapai itu diperlukan inovasi dan pengembangan nilai disiplin serta komitmen dari setiap perangkat sekolah agar pendidikan karakter bisa terus berjalan. Dampak dari pendidikan karakter dapat membangun individu untuk mengenali dirinya sendiri dan mampu menetapkan tujuan pendidikannya.

Pendidikan karakter sebenarnya sudah ada sejak dulu seperti apa yang diungkapkan Ki Hajar Dewantara melalui Among Metode, dimana ada tiga unsur pendidikan yang harus berjalan sinergis yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Dengan Among Metode diharapkan anak akan tumbuh sesuai kodrat (naturelijke groei) dan keadaan budaya sendiri (cultuur histories). Sehingga ada tiga hal yang patut dan perlu untuk dikembangkan dalam rangka membangun karakter yang berpendidikan yaitu membangun budaya agar siswa selalu siap dengan perubahan yang semakin kompetitif mengingat budaya itu bersifat kontinue, konvergen dan konsentris (Ki Hajar Dewantara). Perhatikan kata-kata Ki Hajar Dewantara berikut “membangun budaya agar siswa selalu siap dengan perubahan yang semakin kompetitif” artinya diperlukan sikap yang berkomitmen dan disiplin terhadap pelaksanaan pendidikan karakter itu sendiri, dan semua ini dapat dimulai dari kita semua. Sudahkan anda berkomitmen terhadap hal ini?

Sebagai informasi tambahan, kami memberikan E-book Gratis 6 Cara Mendisiplinkan Anak yang dapat anda pelajari agar kita semua dapat memaksimalkan pendidikan karakter di negara kita dan ikut menciptakan kehidupan yang lebih baik serta mewarisikan hal terindah bagi anak cucu kita.
By Unknown | | Posted in , | With 0 comments


Berdoa Untuk Anak Saat Masih dalam Sulbi Ayah

Rasulullah bersabda, “Seandaianya salah seorang diantara kalian sebelum menggauli istrinya berdoa:

بِسْمِ اللهِ اَللَّهُمَّ جَنِّبْناَ الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَناَ

“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari anak yang engkau anugerahkan kepada kami, lalu dari keduanya lahir anak, setan tidak akan dapat mengganggunya selamanya.”[1]

Anjuran berdoa sebelum berhubungan suami-istri menunjukkan bahwa permulaan yang kita lakukan dalam berketurunan bersifat rabbani, bukan syaithani. Apabila disebutkan nama Allah pada permulaan senggama, berarti hubungan yang dilakukan oleh suami-istri tersebut berlandaskan ketakwaan kepada Allah dan dengan izin Allah anaknya nanti tidak akan diganggu setan.

Zikir Untuk Keselamatan Bayi yang Akan Dilahirkan

Rasulullah memberi petunjuk kepada Asma’ dengan bersabda, “Maukah engkau aku ajari beberapa kata yang bisa kau ucapkan saat dalam kekhawatiran (yaitu doa untuk memperlancar persalinan). Ucapkanlah:

اَللهُ اَللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئاً

“Allah, Allah rabbku. Aku tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”[2]

Apabila keguguran terjadi

Dari Muadz bin Jabal, Rasulullah bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya, sesungguhnya bayi yang gugur benar-benar akan menarik ibunya dengan tali pusarnya ke surga bila ibunya rela dengan itu (ibunya bersabar dengan kehilangan anaknya).”[3]

Azan di Telingan Kanan Bayi Baru Lahir

Abu Rafi’ berkata, “Aku melihat Rasulullah mengumandangkan azan di telinga Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh Fatimah.”[4] Ibn Qayyim berkata bahwa hikmah azan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didegar adalah seruan yang mengandung makna keagungan Allah serta syahadat.[5]

Berita Gembira Kelahiran Bayi

Ucapan selamat dan hadiah atas kelahiran bayi jelas akan menyenangkan keluarga bayi yang baru lahir dan akan menimbulkan suasana gembira, serta mempererat tali kasih dan ikatan persatuan antara sesama kaum muslimin.

Mentahnik Bayi dengan Kurma dan Mendoakannya

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa Rasulullah sering didatangi para orang tua yang membawa bayinya untuk dimintakan berkah dan ditahnik.[6] Langkah-langkah Rasulullah mentahnik bayi yaitu: 1) sepotong kurma, 2) dikunyah-kunyah seperlunya, 2) buka mulut bayi, dan suaapkan kurma tersebut sambil digosok-gosok dilangit-langit mulut bayi.[7]

Membentangi Bayi dengan Zikir dan Bersyukur kepada Allah

Dari Anas, Rasulullah bersabda, “Allah tidak sekali-kali menganugerahkan suatu nikmat kepada hamba-Nya, lalu ia mengucapkan, ‘Segala puji hanya miliki Allah Rabb semesta alam’, melainkan apa yang diberikan lebih baik dari pada yang diambil-Nya’.”[8]

Bila ada bayi yang baru lahir diantara keluarganya, Aisyah tidak bertanya, “Laki-laki atau perempuan?” Tapi ia bertanya, “Apa organ tubuhnya sempurna (lengkap)?” Bila dijawab “Iya”, ia berkata, “Segala puji hanya milik Allah Rabb semesta alam.”[9]

Memberikan Hak Waris Untuk Bayi yang Baru Lahir

Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah telah memutuskan bahwa bayi tidak boleh diberikan hak waris sebalum ia lahir dalam keadaan menangis (maksudnya: menangis dan menjerit atau bersin).”[10] Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Bila bayi yang baru dilahirkan menangis, ia berhak mendapatkan warisan.”[11]

Kewajiban Zakat Fitrah atas Nama Bayi yang Baru Lahir

Ibnu Umar berkata, “Rasulullah telah mewajibkan zakat fitrah pada bulan Ramadhan atas setiap individu kaum muslimin, baik yang merdeka maupun budak, baik laki-laki maupun perempuan, baik masih bayi maupun sudah dewasa, yaitu satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.”[12]

Menyayangi, Meski Lahir dari Hasil Perzinaan

Ada wanita dari Bani Ghamidiyah yang datang kepada Rasulullah dan mengaku bahwa dirinya telah mengandung dari perzinaan, beliau bersabda kepadanya, “Pulanglah sampai kamu melahirkan.” Setelah melahirkan, ia datang lagi seraya menggendong bayinya dan berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya lahirkan.” Akan tetapi, Rasulullah bersabda kepadanya, “Pulanglah, susuilah ia sampai kamu menyapihnya.” Setelah wanita itu menyapihnya, ia datang dengan membawa bayinya yang sedang memegang sepotong roti di tangan. Ia berkata, “Wahai Nabi Allah, bayi ini telah saya sapih dan kini ia sudah bisa makan sendiri.” Rasulullah pun memerintahkan agar bayi itu diserahkan kepada salah seorang lelaki dari kaum muslimin dan memerintahkan agar dibuatkan galian sebatas dada untuk menanam tubuh wanita itu. Kemudian beliau memerintahkan kepada orang-orang untuk merajamnya dan mereka pun segera merajamnya.[13]

Itulah kasih sayang Rasulullah terhadap anak hasil zina dan keinginan beliau yang kuat agar bayi itu tidak terlantar. Apa dosa anak yang baru lahir itu hingga ia harus menanggung konsekuensi perbuatan dosa orang tuanya?

Merayakan Kelahiran Bayi dengan Aqiqah

Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah bersabda, “Smua anak itu tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh. Rambutnya dicukur dan ia dinamai.”[14] Dari Salman bin Amir, Rasulullah bersabda, “Anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Karena itu, sembelihlah untuknya dan jauhkanlah gangguan darinya.”[15]

Ummu Kurz pernah bertanya kepada Rasulullah, maka beliau menjawab, “Untuk bayi laki-laki dua kambing (yang sepadan) dan untuk bayi perempuan satu kambing, baik kambing jantan maupun betina tidak ada masalah bagimu.”[16]

Abdullah bin Buraidah berkata, “Aku mendengar ayahku berkata, ‘Pada masa Jahiliyah dulu, bila ada bayi yang baru dilahirkan, kami menyembelih kambing dan melumurkan darah kambing itu di kepala sang bayi. Setelah Allah menurunkan agama Islam, kami diperintahkan untuk menyembelih kambing dan mencukur rambutnya serta melumurinya dengan minyak za’faran’.”[17]

Memberi Nama Yang Baik

Islam selalu menginginkan kemudahan, bahkan dalam persoalan pemberian nama. Islam tidak menginginkan kesulitan dalam hal pemberi nama. Hal ini dapat dilihat dengan jelas dalam sabda Rasulullah. Beliau bersabda, “Nama yang paling disenangi Allah adalah Abdullah dan Hammam, sedangkan nama yang paling buruk adalah Harb dan Murrah.”[18]

Ibnu Umar menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Sungguh, nama seseorang diantara kalian yang paling disenangi oleh Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.”[19]

Mencukur Rambut Bayi, Dibersihkan, dan Dihilangkan Kotorannya pada Hari Ketujuh

Ketika mencukur rambut bayi sebaiknya tidak mencukurnya seperti pelangi. Al Qaza’ artinya mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lainnya di beberapa bagian tanpa dicukur sehingga mirip pelangi.

Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah melarang Qaza’. Aku bertanya kepada Nafi’, “Apakah Qaza’ itu?” Nafi’ menjawab, “Mencukur sebagian rambut bayi dan membiarkan sebagian yang lain.”[20]

Makna yang dimaksud dan yang menjadi tuntunan ialah mencukur rambut kepada secara keseluruhan, karena mencukur sebagian dan membiarkan sebagian yang lain bertentangan dengan kepribadian seorang muslim yang seharusnya berbeda dengan kepribadian pemeluk agama lain (kafir).

Bercengkrama dengan Lidah dan Mulut

Abu Hurairah bercerita, “Rasulullah keluar ke pasar Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan merangkul lutut. Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia agar datang kepadaku.’ Al Hasan pun datang berlari, lalu langsung melompat ke pangkuannya. Rasulullah mencium mulutnya, kemudian berdoa, ‘Ya Allah, aku sungguh mencintainya. Maka cintailah dia dan cintailah orang yang mencintainya (tiga kali)’.” Abu Hurairah berkata, “Setiap kali melihat Al Hasan, aku menangis.”[21]

Memberi Julukan Ayahnya dengan Nama Anak

Abu Syuraih menceritakan bahwa pada awalnya dia bernama Abul Hakam. Kamudian Rasulullah bersabda kepadanya, “Sesungguhnya Allah, Dialah hakim yang memutuskan dan hanya kepada-Nyalah semua keputusan.”[22]

Kapan Menghitankan Anak ?

Abu Hurairah berkata, “Saya pernah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Fitrah itu ada lima, yaitu: khitan, mencukur bulu kemaluan, mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.”[23]

Makhul mengatakan, “Ibrahim menghitankan anaknya, Ishaq, saat itu berusia 7 hari, dan mengkhitankan Ismail pada usia 13 tahun. Demikianlah seperti yang disebutkan oleh Al Khalil.”[24]

Sayangi di Kala Sakit, Maklumi Kalau Ngompol

Ummu Qais binti Mihshan berkata, “Aku pernah menemui Rasulullah dengan membawa bayiku yang masih belum makan makanan apa pun. Tiba-tiba ia kencing di pangkuan beliau. Baliau pun meminta air dan langsung menyipratkannya ke bagian yang terkena kencing (tanpa mencucinya).”[25]

Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah pernah mengambil dan mendudukanku di atas satu paha beliau dan mendudukkan Al Hasan di atas paha beliau yang lain. Kemudian beliau memeluk kami berdua dan berdoa, ‘Ya Allah, sayangilah keduanya karena aku sungguh menyayangi keduanya’.”[26]

Kewajiban Menyusui dan Menjamin Nafkah Anak

Wahai para ibu, berikanlah kasih sayangmu kepada anakmu, susuilah ia dengan air susumu agar engkau dapat menyempurnakan makna ibu yang engkau sandang dan agar engkau mendapatkan pahala. Didiklah sendiri anakmu sesuai dengan manhaj Rasulullah. Lihatlah QS. Al Baqarah: 233 dan Ath Thalaq: 7.

Wahai ibu, cobalah engkau perhatikan. Apakah engkau pernah melihat burung, hewan lain, atau semua makhluk yang berstatus sebagai ibu pernah meninggalkan anaknya saat masih bayi dan menyingkir darinya? Sungguh merupakan perangai yang buruk bila hewan yang tidak berakal saja tidak meninggalkan anaknya yang masih kecil, sedangkan manusia yang berakal rela meninggalkan anaknya dan dipercayakan kepada orang lain.

Umar Memperhatikan Anak Sejak Lahir

Suatu malam Umar mendengar tangisan seorang bayi. Maka Umar berkata kepada ibunya, “Susuilah dia.” Ibu si anak, yang tidak menyadari bahwa yang menyuruhnya adalah Umar, menjawab, “Amirul Mukminin tidak memberikan santunan untuk bayi yang baru lahir sampai masa penyapihannya.” Umar berkata dalam hatinya, “Aku hampir saja membunuh anak itu.” Setelah itu ia berkata, “Susuilah dia, nanti Amirul Mukminin pasti akan memberikan santunan untuknya.” Sesudah itu, Umar mulai menetapkan santunannya untuk bayi yang baru lahir. Dengan demikian, tangis seorang bayi sanggup mengubah keputusan seorang kepala negara yang bernama Umar bin Khattab.

Boleh Menangisi Kematian Bayi dan Mengucapkan Belasungkawa Kepada Keluarganya

Anas berkata, “Kami masuk bersama Rasulullah lalu beliau mengambil putranya, Ibrahim, dan langsung menciumnya. Setelah itu kami masuk lagi pada hari yang lain. Ibrahim saat itu sedanga meregang nyawa. Air mata Rasulullah berlinang, sehingga Abdurrahman bin Auf berkata, “Wahai Rasulullah engkau juga menangis?” Beliau menjawab, “Wahai Abdurrahman (beliau menangis lagi) mata ini menangis dan hati ini bersedih tetapi kami tidak mengatakan kecuali yang diridhai oleh Rabb kami. Sesungguhnya kami, wahai Ibrahim, benar-benar sedih karena berpisah denganmu.”[27]

Mendoakan Anak Secara Khusus Saat Menshalatkan Jenazahnya

Sa’id bin Musyyab berkata, “Aku pernah shalat di belakang Abu Hurairah yang sedang menshalatkan jenazah anak kecil yang belum pernah melakukan suatu dosa pun. Aku mendengar Abu Hurairah mengucapkan doa berikut:

اَللَّهُمَّ أَعِذْهُ مِنَ عَذَابِ اْلقُبْرِ

“Ya Allah, lindungilah anak ini dari azab kubur.”[28]

Anak yang Meninggal Ketika Masih Kecil Akan Masuk Surga

Aisyah berkata, “Rasulullah diundang untuk melayat jenazah seorang anak kecil dari kalangan Anshar. Aku (Aisyah) berkata, ‘Wahai Rasulullah, alangkah beruntungnya anak ini. Ia salah satu burung diantara burung-burung di surga. Ia tidak pernah berbuat keburukan dan belum pernah menemuinya.’ Rasulullah bersabda, ‘Apakah engkau tahu yang selain itu, wahai Aisyah? Sesungguhnya Allah menciptakan penghuni surga yang telah Dia tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula. Dan Dia menciptakan penghuni neraka yang telah Dia tetapkan untuknya saat mereka masih berada di tulang sulbi ayah mereka pula.”[29]

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Anak-anak kaum muslimin itu berada di sebuah gunung di surga. Mereka diasuh oleh Ibrahim dan Sarah sampai mereka dikembalikan kepada ayah-ayah mereka pada hari kiamat.”[30]

Syafaat Anak Bagi Kedua Orang Tua yang Sabar Atas Kematian Anaknya

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Tidaklah sekali-kali sepasang muslim ditinggal mati oleh ketiga orang anaknya yang belum baligh, melainkan Allah akan memasukkan keduanya bersama anak-anak mereka ke dalam surga berkat karunia dan rahmat-Nya.” Abu Hurairah melanjutkan, “Dikatakan kepada anak-anak tersebut, ‘Masuklah kalian ke dalam surga!’ Anak-anak itu menjawab, ‘Kamu menunggu kedua orang tua kami’. Perintah itu diulangi tiga kali, tetapi mereka mengeluarkan jawaban yang sama. Akhirnya, dikatakan kepada mereka, ‘Masuklah kalian bersama kedua orang tua kalian ke dalam surga’.”[31]

Tidak Mendapat Anak di Dunia, Mendapatkannya di Akhirat

Abu Sa’id berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang mukmin itu bila sangat  menginginkan anak (namun tidak mendapatkannya), di surga ia akan mengandungnya, menyusuinya, dan tumbuh besar dalam sekejab, sebagaimana ia menginginkannya.”[32]

Mempercepat Shalat Karena Mendengar Tangisan Anak

Anas mengatakan, “Aku belum pernah shalat di belakang seorang imam yang lebih singkat dan lebih sempurna shalatnya, selain Rasulullah. Jika beliau mendengar suara tangisan anak, beliau mempercepat shalatnya karena khawatir akan mengganggu shalat ibunya.”[33]

Memanggil Anak dengan Julukan Sebagai Penghormatan

Anas pernah mengatakan bahwa Rasulullah adalah orang yang paling baik akhlaknya. “Aku punya seorang saudara laki-laki yang dikenal dengan nama panggilan Abu Umair dan setahuku ia sudah disapih. Bila Rasulullah datang, beliau selalu menyapanya dengan panggilan, ‘Hai Abu Umair’.”[34]

Memanggil dengan Panggilan yang Baik

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah sekali-kali seseorang di antara kalian mengatakan, ‘Hai budak laki-laki! Hai budak perempuan!’ karena kamu semua, baik laki-laki maupun perempuan, adalah hamba-hambda Allah…”[35]

Mengajak Shalat Berjamaah

Abdullah bin Syaddad berkata, “Rasulullah keluar dari rumahnya menemui kami yang sedang menunggu beliau untuk shalat (Maghrib atau Isya’), sedangkan beliau menggendong Hasan atau Husein. Rasulullah maju dan meletakkan cucunya, kemudian melakukan takbir shalatnya. Dalam salah satu sujud dari shalat itu, beliau lama sekali melakukannya.” Ayah perawi mengatakan, “Maka kuangkat kepalaku, ternyata kulihat anak itu berada di atas punggung Rasulullah yang sedang dalam sujudnya. Sesudah itu aku kembali ke sujudku. Setelah Rasulullah menyelesaikan shalatnya, orang-orang bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah melakukan sujud dalam shalatmu yang begitu lama, sehingga kami mengira terjadi sesuatu pada dirimu karena ada wahyu yang diturunkan kepadamu.” Rasulullah menjawab, “Semuanya itu tidak terjadi, melainkan anakku ini menunggangiku sehingga aku tidak suka bila menyegerakannya untuk turun sebelum dia merasa puas denganku.”[36]

Abu Qatadah Al Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah shalat sembari menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah. Apabila sujud, beliau meletakkan cucunya itu ke tanah dan apabila bangun, beliau menggendongnya kembali.”[37]

Mengajarkan Kalimat Tauhid pada Anak

Anak kecil yang belum belajar berbicara itu ketika mendengar kalimat-kalimat azan, ia akan menirunya. Bahkan ia akan selalu memperhatikannya saat orang-orang dalam kelalaian. Maka ia tanpa sadar telah berusaha mengucapkan kalimat tauhid. Karena itu, seorang guru hendaknya membiasakan anak yang masih belum bisa bicara tersebut agar mengucapkan kalimat tauhid.

Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Ajarkanlah kepada anak-anak kelian pada permulaan bicaranya ucapan ‘laailaha illallah’ dan ajarilah ia agar di akhir hayatnya mengucapkan ‘laailaha illallah’.”[38]

Rasulullah Pernah Menghentikan Ktatbah dan Meninggalkan Mimbar Untuk Menyambut Anak Kecil yang Berjalan Tertatih-tatih

Abdullah bin Buraidah telah meriwayatkan dari ayahnya yang berkata, “Ketika Rasulullah sedang berkathbah kepada kami, tiba-tiba datanglah Hasan dan Husein yang keduanya mengenakan gamis berwarna merah dengan langkah tertatih-tatih. Rasulullah pun langsung turun dari mimbarnya lalu menggendong dan meletakkan keduanya di hadapan beliau. Kemudian beliau membaca QS. Ath Thaghabun: 15 dan bersabda, ‘Ketika aku memandang kedua anak ini berjalan dengan langkah tertatih-tatih, aku tidak sabar hingga kuhentikan khatbahku untuk menggendong keduanya.”[39]

Memperhatikan Penampilan dan Potongan Rambut Anak

Nafi’ dan Ibnu Umar bahwa Rasulullah melihat seorang anak kecil telah dicukur di sebagian sisi kepalanya dan dibiarkan pada sisi lain. Beliau pun melarang hal itu dan bersabda, “Cukurlah semua atau biarkanlah semua.”[40]

Abdullah bin Ja’far meriwayatkan bahwa Rasulullah mengurungkan diri untuk mendatangi keluarga Ja’far sebanyak tiga kali, lalu beliau mendatangi mereka. Beliau bersabda, “Janganlah kalian menangisi saudaraku setelah hari ini.” Beliau bermaksud agar hari berkabung disudahi. Kemudian beliau bersabda, “Panggilkanlah keponakan-keponakanku kemari.” Maka kami pun datang dan rasa takut kami seperti hilang. Beliau bersabda, “Panggillah tukang cukur kepadaku.” Maka beliau menyuruhnya agar mencukur rambut kami.[41]

Menggendong di Pundak, Mengajaknya Naik Kendaraan

Abdullah bin Ja’far berkata, “Apabila Rasulullah baru tiba dari perjalanan, beliau selalu disambut oleh anak-anak ahli ahli baitnya. Suatu hari beliau baru datang dari perjalanan dan aku adalah anak yang paling terdepan menyambutnya. Maka beliau langsung menaikanku di depannya, kemudian didatangkanlah salah seorang di antara kedua putra Fathimah, Hasan atau Husein lalu beliau memboncengnya di belakangnya, dan kami bertiga memasuki kota Madinah di atas kendaraannya.”[42]

Rasulullah pernah membawa Hasan dan Husein di kedua pundak beliau, lalu bersabda, “Sebaik-baik pengendara adalah keduanya, tetapi ayah keduanya lebih baik daripada keduanya.”[43]

Segera Mencari Begitu Merasa Kehilangan

Abu Hurairah berkata, “Rasulullah menuju pasar Bani Qainuqa’ sambil berpegangan pada tanganku. Beliau berjalan mengelilingi pasar kemudian pulang dan duduk di masjid dengan kedua tangan merangkul lutut. Beliau bertanya, ‘Mana si kecil yang lucu itu? Panggilkan dia agar datang kepadaku’…”[44]

Mengajarkan Etika Berpakaian

Abdullah bin Amr bin Ash berkata, “Rasulullah pernah melihatku mengenakan sepasang pakaian yang dicelup dengan warna kuning. Kemudian Rasululah bersabda, “Apakah ibumu yang memerintahkan kamu mengenakan pakaian ini?” Aku menjawab, “Apakah aku harus mencuci keduanya?” Beliau menjawab, “Tidak, tetapi keduanya harus dibakar.”[45]

Anjuran Untuk Tersenyum dan Mencium Anak-anak

Abu Hurairah berkata, “Rasulullah mencium Hasan, sedangakan dihadapan beliau saat itu ada Al Aqra bin Habis yang sedang duduk. Al Aqra berkata, ‘Saya punya sepuluh anak, tetapi saya belum pernah mencium seorang pun di antara mereka.’ Rasulullah memandang ke arahnya dan bersabda, ‘Barang siapa yang tidak punya rasa belas kasihan, niscaya tidak akan dikasihi’.”[46]

Bercengkrama dengan Anak-anak

Ya’la bin Marrah berkata, “Kami pernah keluar bersama Rasulullah lalu kami diundang untuk makan. Tiba-tiba, Husein bermain di jalan. Rasulullah pun segera mendahului orang-orang lalu membentangkan kedua tangan beliau. Anak itu berlari menghindar ke sana kemari. Rasulullah mencandainya hingga akhirnya beliau dapat menangkapnya. Satu tangan beliau memegang dagu Husein dan tangan satu lagi memegang kepala lalu beliau memeluknya. Setelah itu, beliau bersabda, “Husein bagian dariku dan aku adalah bagian darinya. Allah mencintai orang yang mencintai Husein. Husein adalah satu dari cucu-cucuku.”[47]

Rasulullah juga pernah berbaring lalu tiba-tiba Hasan dan Husein datang dan bermain-main di atas perut beliau. Mereka sering menaiki punggung beliau saat beliau sedang sujud dalam shalatnya. Bila para sahabat hendak melarang keduanya, beliau memberi isyarat agar mereka membiarkan keduanya.[48]

Memberi Hadiah, Mendoakan dan Mengusap Kepala Anak

Ibnu Abbas menceritakan bahwa apabila Rasulullah menerima buah yang pertama masak, beliau meletakkannya di kedua mata beliau lalu di mulut dan bersabda, “Ya Allah, sebagaimana Engkau telah memperlihatkan kepada kami awalnya maka perhatikanlah juga akhirnya kepada kami.” Kemudian beliau memberikan buah itu kepada anak yang ada di dekat beliau.[49]

Menanamkan Kejujuran dan Tidak Suka Berbohong

Abdullah bin Amir berkata, “Ibuku memanggilku dan pada saat itu Rasulullah sedang berada di rumah kami. Ibuku berkata, ‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu.’ Rasulullah bertanya kepada ibuku, ‘Apa yang akan engkau berikan kepadanya?’ Ibuku menjawab, ‘Aku akan memberinya buah kurma.’ Rasulullah pun bersabda, ‘Ingatlah, jika engkau tidak memberinya sesuatu, hal itu akan dicatatkan sebagai kedustaan bagimu’.”[50]

Tidak Mengajarkan Kemungkaran Kepada Anak

Ali dan Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Pena itu diangkat dari tiga orang, yaitu: orang gila dan hilang akal hingga sembuh, orang tidur hingga bangun, dan anak-anak hingga baligh.”[51]

Diantara kasih sayang Allah terhadap anak ialah Dia membebaskan mereka dari beban taklif pada masa kecil mereka. Meskipun anak itu masih kecil dan belum baligh, seseorang tidak boleh mengajarinya untuk berbuat maksiat. Misalnya, mengajarinya minum-minuman keras, berbuat kejahatan, merokok, berbuat buruk, mencela, mencaci, berucap cabul, dan perilaku serta ucapan buruk lainnya.

Sumber:

Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan Judul  “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi” Solo: Aqwam, 2010
By Unknown | | Posted in , | With 0 comments
Realisasi pendidikan karkter juga harus ditopang oleh tiga pilar utama lembaga pendidikan yaitu
1.      Rumah tangga
pendidikan di rumah tangga dilakukan oleh orang tua dan keluarga terdekat lainnya dengan dasar tanggung jawab moral keagamaan yakni dengan menganggap bahwa anak sebagai titipan dan amanah tuhan yang harus di pertanggung jawabkan. Namun dalam kenyataannya tidak semua orang tua memiliki wawasan, pengalaman, keahlian dan pemahaman tentang paedagogi, sehingga peran-peran yang harus di mainkan orang tua dalam mendidik karakter putra putrinya tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.
2.      Sekolah
Bertolak dari berbagai kekurangan yang dimiliki orang tua dirumah maka pendidikan karakter selanjutnya diserahkan kepada sekolah dengan pertimbangan selain karena merupakan institusiyang di bangun atas tugas utamanya mendidik karakter bangsa juga sekolah terdapat infrastruktur sarana dan prasarana, SDM, manajement dan sistem yang lain yang berkaitan dengan urusan pendidikan. Namun karena tidak semua sekolah mempunyai visi, misi, tujuan dan komitmen yang jelas tentang pendidikan karakter, serta lemahnya dalam menerapkan metodologi dan pendekatan, menyebabkan pendidikan karakter disekolah tidak dapat berjalan dengan lancar.
3.      Masyarakat (negara)
Selanjutnya karena rumah tangga dan sekolah sebagai pilar-pilar utama bagi pendidikan karakter tersebut kurang efektif lagi bahkan sudah hancur maka pemerintah dan masyarakat juga harus bertanggung jawab terhadap pendidikan karakter. Melalui tanggung jawab, otoritas, dana, fasilitas, SDM, dan sistem yang dimilikinya.




3.      Penutup
a.      Kesimpulan
Dari uraian di atas tadi dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan anak usia dini dalam persepektif Islam yaitu usaha membantu anak agar fitrah yang disebut dengan kecakapan/ability baik fisik maupun non fisik itu dapat dibantu perkembangannya sejak dini dapat berkembang secara maksimal sesuai dengan ketentuan dalam shari’at Islam.
Tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk anak yang beriman dan bertaqwa, berakhlak mulia, beramal shaleh dan juga menjadikan anak tersebut berilmu pengetahuan dan berteknologi, berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang yang mandiri berguna bagi dirinya, agama, orang tua serta negaranya.
Pendidikan karakter yaitu pendidikan yang menanamkan nilai-nilai luhur pada diri peserta didik. Pendidikaan karakter terkait dengan tiga matra pendidikan yaitu, pendidikan individual, pendidikan sosial dan pendidikan moral.
b.      Saran
Sejalan dengan paradigma pendidikan yang semakin maju maka sebagai generasi penerus kita harus bisa untuk menjawab tantangan yang ada di depan mata. Untuk itu kami sebagai pemakalah memberikan sedikit sumber atau bahan bacaan bagi pembaca sebagai pedoman dalam menjalankan pendidikan dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita bersama.
By Unknown | | Posted in , | With 0 comments

Penghargaan (reward)  adalah imbalan yang diberikan atas prestasi, pencapaian, atau usaha anak dalam mencapai sesuatu. Misalnya, Anda memberikan hadiah buku setelah anak bisa membaca dengan lancar atau mendapatkan nilai/peringkat akademik tertentu di sekolah. Dalam  pendidikan anak, penghargaan (reward) dinilai punya pengaruh positif  bagi anak, antara lain: Reward akan menumbuhkan motivasi anak untuk berusaha mencapai prestasi. Reward akan  membuat anak merasa dihargai. Harga diri yang positif membuat anak lebih optimistis, tidak pasrah begitu saja jika nilainya jelek misalnya. Reward secara tidak langsung juga dapat menumbuhkan kepercayaan diri. Anak membangun kepercayaan dirinya dari bukti dan pengakuan orang-orang di sekitarnya. Jika anak melihat ternyata dia mampu melakukan sesuatu, dan mendapatkan pengakuan dari orang tuanya, maka kepercayaan dirinya akan tumbuh.



Ada beberapa yang perlu diperhatikan ketika kita memberikan penghargaan (reward) pada anak. Reward semestinya diberikan jika anak berhasil melakukan sesuatu, sesuai dengan standar prestasi/pencapaian tertentu berdasarkan kemampuan dan keadaan anak. Sebaiknya, standar prestasi itu dibuat berdasarkan kesepakatan yang menantang  bukan yang menekan, agar anak tidak stress, nyaman dan senang melakukannya. Reward juga bisa diberikan saat kita punya harapan tertentu terhadap perilaku anak. Walau anak tidak melakukan dengan sempurna, tetapi bisa memenuhi harapan kita, memberikan  reward menjadi langkah yang tepat.



Reward tidak selamanya harus berbentuk materi. Dapat juga berupa pujian, dukungan, ciuman kasih sayang, penghormatan, perlakuan istimewa, dan lain-lain.  Artinya, semua orangtua punya kesempatan yang sama untuk memberikan reward pada anaknya. Hanya memang, secara umum, reward yang berbentuk materi biasanya punya nilai  lebih buat anak. Meski demikian, kalau  terlalu sering memberikan dalam bentuk ini, daya kejutnya bisa berkurang dan berdampak kurang bagus buat anak. Jalan tengah yang bisa ditempuh orangtua adalah menyesuaikan  dengan situasi, kondisi anak dan memberikannya secara proporsional. Bentuk reward-nya  sendiri juga mesti disesuaikan dengan usia dan kebutuhan perkembangan anak, agar nilai gunanya tepat dan efektif. Reward yang nilainya terlalu besar sama jeleknya dengan reward yang terlalu kecil. Membelikan HP atau laptop untuk anak yang belum membutuhkan misalnya, bisa salah atau kurang berguna.  Yang paling penting adalah, reward memang sengaja kita rancang untuk memberikan tantangan pada anak agar dia meningkatkan pencapaian, prestasi, atau usahanya untuk menjadi lebih baik.



Memberikan reward pada hakekatnya memberikan sesuatu, agar yang diberi menjadi senang. Terkait dengan hal ini, Islam juga telah memberikan gambaran tentang pentingnaya memberikan hadiah. Disunnahkan untuk memberikan hadiah apabila dalam rangka menyambung silaturrahim, kasih sayang dan rasa cinta. Hadiah merupakan bukti rasa cinta dan bersihnya hati, padanya ada kesan penghormatan dan pemuliaan. Memberikan reward pada anak disamping untuk menumbuhkan motivasi, harga diri dan kepercayaan diri pada anak, tentu juga merupakan ekspresi kebahagiaan dan bentuk kasih sayang yang diberikan orang tua, karena anak berhasil melakukan sesuatu.  Rasulullah SAW bersabda:

“Hendaknya kalian saling memberi hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari)
By Unknown | | Posted in , , | With 0 comments
Pendidikan anak usia dini dalam Islam merupakan hal yang sangat penting. Ini disebabkan rentang usia dini merupakan fase emas bagi pertumbuhan jiwa dan kepribadian seorang anak.


Karena itu, pendidikan pada fase ini hendaknya benar-benar menerapkan metode yang sesuai konsep pendidikan Islam—berdasarkan teladan Rasulullah saw.


Beberapa kiat dalam menerapkan pendidikan anak usia dini dalam Islam:


Menjadi Sahabat Sekaligus Teladan Anak


Rasulullah terkenal sebagai penyayang anak dan kerap menemani anak-anak bermain tanpa merasa canggung. Dalam sebuah riwayat, Sa’ad bin Abi Waqqas bercerita bahwa dirinya pernah masuk ke rumah Rasulullah saat Hasan dan Husein tengah bermain di atas perut sang kakek.


Sa’ad lantas bertanya, apakah Rasulullah mencintai mereka. Dijawab oleh Rasulullah, “Bagaimana mungkin aku tidak mencintai dua kuntum bunga raihanah ini?”


Di sela-sela aktivitasnya menemani anak-anak, Rasulullah selalu menyelipkan pesan-pesan keteladanan. Sebagai bagian dari pendidikan anak usia dini dalam Islam, orangtua pun memiliki peran penting terkait menanamkan keteladanan terhadap anak. Apalagi di zaman sekarang televisi sebagai media hiburan tak dapat diharapkan menjadi contoh yang baik bagi pembentukan akhlak anak-anak muslim.


Menggembirakan Hati Anak


Suatu saat setelah penaklukan Mekkah, Rasulullah meminta Bilal mengumandangkan azan di atas Ka’bah. Saat Bilal melaksanakan tugasnya, beberapa musyrikin Quraisy mengolok-oloknya dengan menirukan suara Bilal.


Salah satu di antara mereka bernama Abu Mahdzurah, seorang anak bersuara merdu. Mendengar olok-olok Abu Mahdzurah yang waktu itu berusia 16 tahun, Rasulullah meminta agar dia dibawa menghadap beliau.


Abu Mahdzurah menyangka Rasulullah akan membunuhnya. Namun apa yang diperbuat Rasulullah? Beliau justru mengusap-usap ubun-ubun remaja itu dengan penuh kelembutan. Kontan hati Abu Madzurah pun luluh, terasa tersiram oleh iman dan keyakinan. Rasulullah lantas mengajarinya beradzan untuk penduduk Mekkah.


Satu hikmah yang dapat dipetik dari kisah di atas. Bahwa hati yang gembira akan lebih mudah menerima perintah, larangan, peringatan, atau bimbingan apa pun. Karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk selalu membuat anak bergembira setiap saat. Tindakan kenakalan tidak sepatutnya dibalas dengan hardikan atau kemarahan.


Menumbuhkan Rasa Percaya Diri Anak


Sebagai upaya menumbuhkan rasa percaya diri anak, Rasulullah menggunakan beberapa cara berikut:

Saat sedang berpuasa, Rasulullah mengajak anak-anak bermain sehingga siang yang panjang terasa cepat. Anak-anak akan menyongsong waktu berbuka dengan gembira. Hal ini juga membuat anak memiliki kepercayaan diri sanggup berpuasa sehari penuh
Sering membawa anak-anak ke majelis orang dewasa, resepsi, atau bersilaturahim ke rumah saudara sebagai upaya menumbuhkan kepercayaan diri sosialnya.
Mengajari Al Quran dan As Sunnah serta menceritakan sirah nabi untuk meningkatkan kepercayaan diri ilmiahnya.
Menanamkan kebiasaan berjual-beli untuk meningkatkan kepercayaan diri anak terkait ekonomi dan bisnis. Di samping itu, sejak dini anak akan terlatih mandiri secara ekonomi.



Memotivasinya Anak Berbuat Baik


Anak-anak, terutama pada fase usia dini, cenderung lebih mudah tersentuh oleh motivasi ketimbang ancaman. Maka, hendaknya orang tua tidak mengandalkan ancaman untuk mendidik sang buah hati. Ketimbang banyak bicara soal murka Allah, siksa dan neraka-Nya, mengapa tidak memotivasinya bahwa kebaikan akan mendapat balasan surga dengan segala kenikmatannya?

By Unknown | | Posted in , , | With 0 comments

Kawan, jika saya ditanya kapan sih waktu yang tepat untuk menentukan kesuksesan dan keberhasilan seseorang? Maka, jawabnya adalah saat masih usia dini. Benarkah? Baiklah akan saya bagikan sebuah fakta yang telah banyak diteliti oleh para peneliti dunia.

Pada usia dini 0-6 tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik, mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang ahli Perkembangan dan Perilaku Anak dari Amerika bernama Brazelton menyebutkan bahwa pengalaman anak pada bulan dan tahun pertama kehidupannya sangat menentukan apakah anak ini akan mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan apakah ia akan menunjukkan semangat tinggi untuk belajar dan berhasil dalam pekerjaannya.

Nah, oleh karena itu, kita sebagai orang tua hendaknya memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter yang baik bagi anak. Sehingga anak bisa meraih keberhasilan dan kesuksesan dalam kehidupannya di masa mendatang. Kita sebagai orang tua kadang tidak sadar, sikap kita pada anak justru akan menjatuhkan si anak. Misalnya, dengan memukul, memberikan pressure yang pada akhirnya menjadikan anak bersikap negatif, rendah diri atau minder, penakut dan tidak berani mengambil resiko, yang pada akhirnya karakter-karakter tersebut akan dibawanya sampai ia dewasa. Ketika dewasa karakter semacam itu akan menjadi penghambat baginya dalam meraih dan mewujudkan keinginannya. Misalnya, tidak bisa menjadi seorang public speaker gara-gara ia minder atau malu. Tidak berani mengambil peluang tertentu karena ia tidak mau mengambil resiko dan takut gagal. Padahal, jika dia bersikap positif maka resiko bisa diubah sebagai tantangan untuk meraih keberhasilan. Anda setuju kan?


Banyak yang mengatakan keberhasilan kita ditentukan oleh seberapa jenius otak kita. Semakin kita jenius maka semakin sukses. Semakin kita meraih predikat juara kelas berturut-turut, maka semakin sukseslah kita. Benarkah demikian? Eit tunggu dulu!

Saya sendiri kurang setuju dengan anggapan tersebut. Fakta membuktikan, banyak orang sukses justru tidak mendapatkan prestasi gemilang di sekolahnya, mereka tidak mendapatkan juara kelas atau menduduki posisi teratas di sekolahnya. Mengapa demikian? Karena sebenarnya kesuksesan tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan otak kita saja. Namun kesuksesan ternyata lebih dominan ditentukan oleh kecakapan membangung hubungan emosional  kita dengan diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Selain itu, yang tidak boleh ditinggalkan adalah hubungan spiritual kita dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Tahukah anda bahwa kecakapan membangun hubungan dengan tiga pilar (diri sendiri, sosial, dan Tuhan) tersebut merupakan karakter-karakter yang dimiliki orang-orang sukses. Dan, saya beritahukan pada anda bahwa karakter tidak sepenuhnya bawaan sejak lahir. Karakter semacam itu bisa dibentuk. Wow, Benarkah? Saya katakan Benar! Dan pada saat anak berusia dini-lah terbentuk karakter-karakter itu. Seperti yang kita bahas tadi, bahwa usia dini adalah masa perkembangan karakter fisik, mental dan spiritual anak mulai terbentuk. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini perkembang mental berlangsung sangat cepat. Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan didengarkannya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses.


Lalu, bagaimana cara membangun karakter anak sejak usia dini?
Karakter akan terbentuk sebagai hasil pemahaman 3 hubungan yang pasti dialami setiap manusia (triangle relationship), yaitu hubungan dengan diri sendiri (intrapersonal), dengan lingkungan (hubungan sosial dan alam sekitar), dan hubungan dengan Tuhan YME (spiritual). Setiap hasil hubungan tersebut akan memberikan pemaknaan/pemahaman yang pada akhirnya menjadi nilai dan keyakinan anak. Cara anak memahami bentuk hubungan tersebut akan menentukan cara anak memperlakukan dunianya. Pemahaman negatif akan berimbas pada perlakuan yang negatif dan pemahaman yang positif akan memperlakukan dunianya dengan positif. Untuk itu, Tumbuhkan pemahaman positif pada diri anak sejak usia dini, salah satunya dengan cara memberikan kepercayaan pada anak untuk mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, membantu anak mengarahkan potensinya dengan begitu mereka lebih mampu untuk bereksplorasi dengan sendirinya, tidak menekannya baik secara langsung atau secara halus, dan seterusnya. Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Ingat pilihan terhadap lingkungan sangat menentukan pembentukan karakter anak. Seperti kata pepatah bergaul dengan penjual minyak wangi akan ikut wangi, bergaul dengan penjual ikan akan ikut amis. Seperti itulah, lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan baik, begitu pula sebaliknya. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah membangun hubungan spiritual dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hubungan spiritual dengan Tuhan YME terbangun melalui pelaksanaan dan penghayatan ibadah ritual yang terimplementasi pada kehidupan sosial.

Nah, sekarang kita memahami mengapa membangun pendidikan karakter anak sejak usia dini itu penting. Usia dini adalah usia emas, maka manfaatkan usia emas itu sebaik-baiknya.
By Unknown | Senin, 01 Juli 2013 | Posted in | With 0 comments


By Unknown | Minggu, 30 Juni 2013 | Posted in | With 0 comments



By Unknown | Sabtu, 29 Juni 2013 | Posted in | With 0 comments

Diumumkan kepada orang tua wali bahwa Kegiatan Belajar dimulai kembali pada Tanggal 12 Agustus 2013.